Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) langsung merespon adanya wacana kenaikkan tarif layanan angkutan massal Kereta Rel Listrik (KRL). Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengungkapkan, pihaknya telah melakukan survei pada Oktober tahun lalu. Dalam survei tersebut, YLKI mempersilakan PT KAI selaku pengelola layanan KRL untuk menaikkan tarif angkutannya. Terutama pada 25 kilometer pertama.
Hal ini berdasarkan aspek Ability to Pay (WTP) dan Willingness to Pay (WTP). Sebagai informasi, ATP adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa layanan yang diterimanya berdasarkan pendapatan yang dianggap ideal. Sementara, WTP adalah kesediaan seseorang untuk membayar.
“Sedangkan, untuk tarif pada 10 kilometer pertama, direkomendasikan tetap atau tidak naik, karena aspek ATP nya lebih rendah daripada tarif eksisting,” sambungnya. Jika tarif KRL telah naik, lanjut Tulus, PT KAI atau PT KCI wajib meningkatkan layanan KRL nya bagi para pelanggan. “Namun, untuk mengimbangi kenaikan tarif, maka peningkatan pelayanan menjadi prasyarat utama, sebagaimana aspirasi 1.065 responden (lebih dari 50 persen) agar KAI atau PT KCI tingkatkan pelayanannya,” paparnya.
Sebagai informasi, tarif KRL Commuter Line diusulkan naik dari Rp3.000 menjadi Rp5.000 per 1 April 2022. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah mengkaji usulan kenaikan tarif KRL Commuter Line tersebut. Kasubdit Penataan dan Pengembangan Jaringan Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Ditjen Perkeretaapian Kemenhub, Arif Anwar menjelaskan, usulan kenaikan tarif KRL merupakan hasil kajian kemampuan membayar (ability to payment) dan kesediaan pengguna untuk membayar (willingness to pay) kereta api perkotaan.
"Ini dari hasil survei tadi dan masih ada tahap diskusi juga. Kami akan usulkan penyesuaian tarif kurang lebih Rp 2.000 pada 25 kilometer pertama. Jadi kalau yang semula sebesar Rp 3.000 untuk 25 kilometer, ini jadi Rp 5.000," ujarnya seperti dilansir Kompas.